Thursday, August 7, 2008

ELEMENTS OF PHILOSOPHY

ELEMENTS OF PHILOSOPHY
Study Penghantar ke Filsafat
Oleh: Sulhaidi
E_Mail: Putra_lagisedih@Plasa.com

Selamat memasuki dunia kebingungan !!!


A. PENDAHULUAN

Jika ada orang yang bertanya sejak kapan manusia mengenal filsafat atau berfikir secara falsafati? maka jawabnya tidak satu. Banyak versi dan interpretasi atas kelahiran filasafat.
Pertama, ketika manusia pertama ada didunia, maka disitulah ia mulai berfikir. Kedua, ketika nabi Ibrahim mulai kritis dan berani mempertanyakan tentang Tuhan.
ketiga, filsafat lahir di Eropa Utara yakni Yunani.

Hampir semua filsuf percaya bahwa filsafat dimulai sejak manusia berfikir, dan Adamlah manusia pertama yang berusaha menggunakan akalnya secara maksimal, sehingga ia dikeluarkan dari surga demi idealisme dan kebebasan berkehendak. Namun kajian kefilsafatan mulai menjadi tema yang amat menarik disaat Nabi Ibrahim mulai bertanya tentang eksistensi Tuhan.

Apakah filsafat itu? Bagaimana defenisinya? Demikianlah pertanyaan- pertanyaan pertama yang akan kita hadapi takkala akan mempelajari filsafat.
Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, sebaiknya kita meninjau istilah filsafat dari; segi bahasa, segi terminology, dan segi perbedaan dari ilmu-ilmu lain. Kemudian barulah kita dapat merumuskan defenisinya yang lebih sistematis.

Filsafat ialah “induk ilmu pengetahuan”. Istilah filsafat telah dikenal manusia sejak 2000 tahun yang lalu, pada masa Yunani kuno. Di Miletos – Asia Kecil – tempat perantauan orang Yunani. Konon orang yang mula-mula sekali menggunakan akal secara serius ialah Thales kira-kira tahun 624 – 546 SM. Ia mempertanyakan pertanyaaan yang aneh, yakni: apakah sebenarnya bahan alam semesta ini? pertanyaan ini merupakan substansi terdalam dari segala sesuatu. Filasafat yang diawali Oleh Thales karena berdasarkan fakta bahwa ia pernah meramalkan terjadinya gerhana matahari yang menurut astronom terjadi pada tahun 585 SM.

Hatta mengemukakan pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan terlebih dahulu. (Hatta, 1966: 1:3). Nanti kalau orang telah banyak membaca atau mempelajari filsafat orang itu akan mengerti dengan sendirinya sesuai yang dicerapnya. Poedjawijatna (1974: 1) menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari kata Arab yang berhubungan erat dengan kata Yunani. Kata Yunaninya ialah philosophia. Dalam bahasa Yunani kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri atas philo dan Sophia; philo artinya cinta atau suka dalam arti yang luas, yaitu ingin dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu; Sophia artinya kebijakan – kebijaksanaan. Jadi filsafat itu bisa diartikan ingin mencapai pandai, cinta pada kebijakan. Apa itu “cinta” dan apa pula “kebijaksanaan” itu?.

Ambillah misal pernyataan, “apakah arti pernyataan aku cinta kamu?”. Masalahnya, mengapa persatuan seperti itu terjadi ? yang pasti ada rasa tertarik. Mengapa perasaan itu timbul ? jawaban yang pasti karena adanya “pengetahuan” bagi aku (S) tentang kamu (O). mengenai pengetahuanku tentang kamu ialah soal kedua, tapi kemudian akan menentukan bentuk dan sifat persatuan. Semakin dalam pengetahuan maka semakin kukuhlah cinta itu.

Jadi kunci dari cinta ialah “pengetahuan”. Tidak ada pengetahuan, maka tidak mungkin persatuan antara aku (S) dan kamu (O) itu terjadi.

Kebijaksanaan (kearifan) dalam bahasa Inggris disebut “wisdom” yang berarti Accumulated Philosophic or Scientific Learning” juga diartikan a wise attitude or course of action. Kata wisdom mengandung suatu pengetahuan ilmiah, yaitu suatu pengetahuan yang benar secara metodologis dan sistematis yang dapat diterima oleh common sense (logika). Selanjutnya jika pengetahuan ini menyatu dengan kepribadian seseorang, maka orang tersebut cenderung bertingkah laku bijaksana.

Jadi berdasarkan secercah goresan tinta diatas dapatlah diketahui bahwa dari segi bahasa, filsafat ialah keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kebijakan dan keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak.

Dilihat dari segi terminology berarti melihat dari segi defenisinya. Poedjawijatna mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan fikiran belaka. Hasbullah Bakry (1971: 11) menyatakan bahwa filsafat ialah pengetahuan yang meneyelidiki segala sesuatu yang mendalam mengenai teology, cosmology, dan psicology sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan. Immanuel Kant mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan yang menjadi pokok pangkal segala pengetahuan yang tercakup didalamnya 4 (empat) persoalan:

1. Apa yang dapat diketahui?
2. Apa yang seharusnya diketahui?
3. Sampai dimana harapan kita?
4. Apa itu manusia?


B. PENDEKATAN STUDY FILSAFAT

Secara garis besar, ada lima jenis pendekatan utama yang digunakan untuk melakukan study penghantar filsafat.

Pertama, pendekatan historis. Metode ini dipandang baik bagi para pemula. Dalam pendekatan ini, pemikiran para filosof terpenting dan latar belakang mereka dipelajari secara kronologis. Contoh pemanfaatan pendekatan historis yang baik ialah Jostein Gaarder dengan Dunia Shophie-nya (Mizan; Bandung) dan Mohammad Hatta dengan Alam Pemikiran Yunani (UI Press; Jakarta).

Kedua, pendekatan metodologis. Cara ini dipandang penting mengingat bahwa yang terpenting untuk memahami filsafat ialah dengan berfilsafat. Dalam pendekatan ini, berbagai metode dari berbagai metode filsafat ditimbang-timbang, kemudian metode yang terbaik diuraika lebih lanjut untuk dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam berfilsafat. Contoh pengguna pendekatan ini ialah Mark B. Wood House dalam Langkah Awal Berfilsafat (Kanisius; Yogyakarta) dan VC. Peursen dengan buku Menjadi Filsuf-nya (Qalam; Yogyakarta).

Ketiga, Pendekatan analitis. Metode ini memandang bahwa tugas utama pengantar filsafat ialah menjelaskan unsur-unsur filsafat dengan detail. Dalam pendekatan ini, isi filsafat diuraikan secara sistematis dan diterangkan segamblang-gamblangnya kepada pembaca. Contoh pemakai pendekatan analitis yang baik ini ialah Louis O. Kattsof dalam Pengantar Filsafat (Tiara Wacana; Yogyakarta) dan Sidi Gazalba dengan bukunya sistematika Filsafat yang terdiri dari empat jilid (Bulan Bintang; Bandung).

Keempat, pendekatan eksistensial. Metode ini memandang bahwa tugas utama pengantar filsafat ialah memperkenalkan jalan hidup filosofis tanpa terbelenggu oleh sistematikanya yang kompleks. Dalam pendekatan ini, tema-tema pokok filsafat didalami dengan harapan bahwa para pembacanya akan sendirinya memperoleh gambaran tentang filsafat yang seutuhnya. Contoh penerapan pendekatan eksistensial yang baik ialah Christoper Philips dengan Socrates Café-nya (Gramedia; Jakarta) dan AC Erving dengan bukunya dalam bahasa Ingris yang berjudul The Fundamental Question of Philosophy.

Masing-masing pendekatan tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri. Untuk memaksimalkan keunggulan-keunggulan dan meminimalkan kelemahan-kelemahan, agaknya yang lebih baik ialah dengah menggunakan pendekatan yang kelima, yaitu pendekatan terpadu atau konvergensi. Metode ini mensintesiskan berbagai pendekatan sekaligus dalam satu buku saja. contoh penerapan pendekatan terpadu atau konvergensi ini ialah Stephen Palquist dengan Pohon Filsafat-nya dan Harold H. Titus, dkk, dalam Persoalan-persoalan Filsafat (di- Indonesiakan oleh HM. Rasyidi dan diterbitkan oleh Bulan Bintang; Bandung).


C. OBJEK PEMBAHASAN FILSAFAT

1. Segala yang ada,
2. yang mungkin ada
Tentang objek material ini banyak yang sama dengan material sains. Bedanya ialah dalam dua hal;
Pertama, Sains menyelidiki objek materia yang empiris, Filsafat menyelidiki itu juga , -- bukan bagian yang empiris – melainkan bagian yang abstraknya.
Kedua, Ada objek material filsafat yang memang takdapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan, Hari Akhir, yaitu objek material yang untuk selama-lamanya tidak empiris.

Selain objek material, ada lagi objek forma, yaitu sifat penyelidikan --- penyelidikan yang mendalam – artinya ingin tahunya filsafat ialah ingin tahu bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang objek yang tidak empiris. Jadi, sains menyelidiki dengan riset, filsafat meneliti dengan memikirkannya. Marilah kita ambil contoh tentang hujan.

Apa itu hujan? Mata melihat, hujan ialah air yang turun dari langit. Ini pengetahuan sains. Mengapa air itu turun? Ilmuwan mengadakan riset. Ia menemukan bahwa hujan itu ialah air yang meguap, berkumpul diatas lalu turun , dan itulah yang disebut hujan. Ini sains. Mengapa air laut, danau dan sumur itu menguap? menurut sains karena ada pemanasan. Ini masih pengetahuan sains. Mengapa di Indonesia banyak hujan, tetapi di padang pasir sedikit hujan? karena di Indonesia banyak gunung, di padang pasir tidak. Ini masih sains. Akan tetapi, mengapa di Indonesia banyak gunung, di padang pasir tidak? Sains tidak dapat lagi menjawab karena tidak dapat diteliti lagi secara empiris. Filosof berfikir, itu kebetulan; kebetulan saja di Indonesia banyak gunung di padang pasir tidak ada. Apa itu kebetulan? Kebetulan ialah salah satu bentuk hukum alam. Apa itu hukum alam? Hukum alam ialah hukum kehendak alam kata sebagian, hukum kehendak Tuhan kata sebagian lagi. Mulai dari kata kebetulan, sampai kehendak Tuhan, ini sudah pengetahuan filsafat. Jawaban-jawaban itu hanyalah berdasarkan pemikiran logis, tanpa dukungan fakta empiris. Berfikir tanpa dukungan data seperti ini sering disebut berfikir spekulatif – inilah filsafat, Perburuan tanpa akhir.


Dibawah ini ada sederet pernyataan, Masing-masing memuat suatu permasalahan filsafat.
1. Keindahan ada di mata orang yang melihat.
2. Filsafat hanyalah membuang waktu.
3. Orang tidak dapat benar-benar tidak memikirkan apa-apa.
4. Tanpa hukum tidak ada kebebasan.
5. Rasa-rasanya, saya ada dalam mimpi.
6. Semua agama pada dasarnya sama
7. Kebenaran tergantung pada sudut pandang kita.
8. Hal tepenting dalam hidup ini ialah mengetahui siapa diri kita.







“Konstruksi tanpa kritisisme adalah buta, kritisisme tanpa konstruksi pada akhirnya akan menyeret kedalam kekosongan dan ketiadaan”


“Tak ada sesuatupun yang ada secara absolute kecuali Tuhan; jiwa manusia ialah emanasi dari Zat-Nya, meskipun telah terpisah dari sumbernya nan suci pada akhirnya jiwa itu akan kembali bersatu dengan-Nya”.

DAFTAR PUSTAKA


1. Kattsoff, Louis O., Pengantar Filsafat (Tiara Wacana: Yogyakarta, 1992).
2. Palmquist, Stephen., Pohon Filsafat (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2002).
3. Bakry, Hasbullah., Sitematik Filsafat (Widjaya, Yogyakarta, 1970).
4. Hatta, Mohammad., Alam Pikiran Yunani (Tintamas: Yogyakarta, 1986).
5. Woodhouse, Mark B., Berfilsafat Sebuah Langkah Awal (Kanisius, Yogyakarta, 2000).
6. Gaarder, Jostein., Dunia Sophie (Mizan, Bandung: 2002).
7. Russell, Bertnand., Sejarah Filsafat Barat (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2004).
8. Tafsir, Prof, Dr Ahmad., Filsafat Umum akal dan hati sejak Thales sampai Capra (Rosda: Bandung, 2003).

No comments: