Sunday, August 5, 2012

Quo Vadis of Philosophy

FILSAFAT ILMU
Oleh: Sulhaidi

Selamat memasuki dunia kebingungan, diantara entah dan mengapa !!!


A. PENGERTIAN FILSAFAT

Filsafat bersasal dari kata Yunani “Philosophia”. Philos berarti suka atau cinta dan Sophia berarti kebijaksanaan. Sedangkan dilihat dari segi praktis makna filsafat berarti alam berfikir atau alam fikiran. Berfilsafat berarti berfikir. Meskipun demikian tidak semua berfikir berarti berfilsafat. Berfilsafat berarti berfikir a la mendalam, radikal dan sungguh-sungguh.

Dalam filsafat ada empat unsur utama, yaitu;

1. metafisika
2. logika
3. epistemologi
4. ontologi

Empat Cabang Filsafat

Filsafat diartikan sebagai berpikir yang bebas, radikal dan berada dalam dataran makna. Bebas artinya tidak ada yang menghalangi pikiran bekerja. Bebas artinya dapat memilih apa saja untuk dipikirkan, tidak ada yang haram untuk dipikirkan, semuanya tergantung pada apa pilihan dan kesanggupan seseorang untuk memikirkannya.
Radikal artinya radix, akar, sehingga berpikir radikal artinya berpikir sampai keakar suatu masalah, mendalam sampai ke akar-akarnya, bahlan melampaui batas-batas fisik – metafisis.
Dalam tataran makna berarti mencari hakekat makna dari sesuatu, atau keberadaan dan kehadiran. Berpikir dalam dataran makna bukan dan tidak dipakai untuk menjawab persoalan teknis, seperti bagaimana caranya membuat kue serabi. Akan tetapi menemukan makna terdalam dari sesuatu, yang berada dalam kandungan sesuatu itu.

B. FILSAFAT ILMU

Di dalam Al Qur’an terdapat kata-kata tentang ilmu dalam berbagai bentuk (‘ilma, ‘ilmi, ‘ilmu, ‘ilman, ‘ilmihi, ‘ilmuha, ‘ilmuhum) terulang sebanyak 99 kali, (Ali Audah, 1997: 278-279). Delapan bentuk ilmu tersebut di atas dalam terjemah Al Qur’an Departemen Agama RI, cetakan Madinah Munawwarah (1990), diartikan dengan: pengetahuan, ilmu, ilmu pengetahuan, kepintaran dan keyakinan. Sedangkan kata ‘ilmu itu sendiri berasal dari bahasa Arab ‘alima = mengetahui, mengerti. Maknanya, seseorang dianggap mengerti karena sudah mengertahui obyek atau fakta lewat pendengaran, penglihatan dan hatinya.
Pengetahuan (knowledge atau ilmu) adalah bagian yang esensial- aksiden manusia, karena pengetahuan adalah buah dari "berpikir ". Berpikir ( atau natiqiyyah) adalah sebagai differentia ( atau fashl) yang memisahkan manusia dari sesama genus-nya,yaitu hewan. Oleh karena itu, diperlukan perenungan secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat.
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan bebas, radikal dan dalam tataran makna tentang Tuhan, alam dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi.

C. Obyek material dan obyek formal

Ilmu filsafat memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu gejala "manusia di dunia yang mengembara menuju akhirat". Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi - filsafat ketuhanan; kata "akhirat" dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain.
Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat.
Filsafat berangkat dari pengalaman konkret manusia dalam dunianya. Pengalaman manusia yang sungguh kaya dengan segala sesuatu yang tersirat ingin dinyatakan secara tersurat. Dalam proses itu intuisi (merupakan hal yang ada dalam setiap pengalaman) menjadi basis bagi proses abstraksi, sehingga yang tersirat dapat diungkapkan menjadi tersurat.

D. PENDEKATAN STUDY FILSAFAT

1. historis
2. analitis
3. metodologis
4. eksistensial
5. terpadu

E. Perbedaan antara Filsafat dan Ilmu

a. Dari segi objek
Ilmu mengkaji hal-hal yang dapat diindera untuk meletakkan teori-teori umum yang menafsirkannya. Contoh ilmu fisika, maka objeknya didasarkan pada jumlah (kuantitas) dan skala. (skala kecepatan materi atau panjang sinar dan gelombang). Sedangkan filsafat tidak terbatas pada skala maupun kuantitas, bahkan melebihi realitas.

b. Dari segi metode
Ilmu menciptakan metode sensitivistik-empiris (observasi, measuring, explaining, verifying) dengan tujuan untuk menemukan sebab-sebab langsung dari fenomena-fenomena alam yang dikajinya, seperti menafsirkan didih air pada tingkat tertentu. Sedangkan metode filsafat adalah metode rasional-deduktif, tidak berhenti pada deskripsi atas apa yang dikaji. Namun lebih dari itu dan berusaha untuk merasionalisasikannya. Ia tidak mencari sebab-sebab yang terdekat dan langsung tetapi mencari sebab pertama dan tujuan yang jauh. Misalnya mencari sebab dari alam kosmik secara global atau rahasia kehidupan.

c. Pengaruh dalam kehidupan manusia
Ilmu pengetahuan telah menyediakan telah mampu menyediakan jalan yang sangat mudah bagi kehidupan manusia, berupa sarana-sarana peradaban dan kesejahteraan modern. Namun ilmu tidak mampu memenuhi sisi-sisi ruhaniah manusia dan mengarahkannya kepada cita-cita tertinggi dari kehidupannya, yaitu kebahagiaan dan kesempurnaan. Karena itu manusia perlu mengarahkan pandangannya ke sumber lain, yaitu filsafat.


F. Metodelogi Pengetahuan

Metodelogi merupakan bagian epistemologi yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah. Metodelogi juga dapat dipandang sebagai bagian dari logika, yang mengkaji kaidah penalaran yang tepat. Manakala kita membicarakan metodelogi, maka hal yang tak kalah pentingnya adalah asumsi-asumsi yang melatarbelakangi berbagai metode yang dipergunakan dalam aktivitas ilmiah.
Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagai¬mana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dua¬lisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan ke¬yakinan kita masing masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.

Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, feno¬menologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagai¬mana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik be¬serta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori ko¬herensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.

Akslologi llmu meliputi nilal nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau ke¬nyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasansimbolik atau pun fisik material. Lebih dari itu nilai nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.

Demikianlah kini terasa adanya kekaburan mengenai batas batas antara (cabang) ilmu yang satu dengan yang lain, sehingga interdependensi dan interrelasi ilmu menjadi terasa pula. Oleh karena itu dibutuhkan suatu “overview” untuk meletakkan jaringan interaksi untuk saling menyapa menuju hakikat ilmu yang integral dan integratif. Kehadiran etik dan moral menjadi semakin dirasakan, sikap pandang bahwa ilmu adalah bebas nilal semakin ditinggalkan. Tanggung jawab dan integritas seorang ilmuwan kini sedang diuji.

Karena Immanuel Kant (1724 1804) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin Ilmu yang mampu menunjukkan batas batas dan ruang Lingkup pengetahuan manusia secara tepat, maka semenjak itu pula refleksi filsafat mengenai pengetahuan manusia menjadi menarik perhatlan. Lahirlah di abad ke 18 cabang filsafat yang disebut sebagai Filsafat Pengetahuan (Theori of Knowledge, Erlzenntstlehre, Rennesleer atau Epistemologi) di mana logika, filsafat bahasa, matematika, metodologi, merupakan komponen komponen pendukungnya. Melalui cabang filsafat ini diterangkan sumber dan sarana serta tata cara untuk menggunakan sarana itu guna menpapal pengetahuan ilmiah. Diselidiki pula arti evidensi, syarat syarat yang harus dipenuhi bagi apa yang disebut kebenaran ilmiah, batas validitasnya.

Dengan mendasarkan diri atas sumber sumber atau sarana tertentu seperti panca indera, akal (Verstand), akal budi (Vemunft) dan intuisi, berkembanglah berbagai macam school of thought. yaitu empirisme (John Locke), rasionalisme (Descartes), kritisisme (Immanuel Kant), positifisme (Auguste Compte), fenomenologi (Husserl), konstruktivisme (Feyerabend), dan lain lainnya yang muncul sebagai upaya pembaharuan.

Uraian diatas merupakan kilas balik perkembangan ilmu pengetahuan yang haus akan interpretasi secara kotinuitas. Sepanjang sejarahnya, filsafat telah terkoyak-koyak oleh konflik antara kaum rasionalis dan empiris. Satu pihak menekankan peranan logika dan yang lainnya menekankan pengalaman. Disinilah kita perlu mempelajari filsafat ilmu sebagai penjembatan ilmu yang telah terputus dari induknya. Namun yang jelas bagi kita adalah bahwa pengetahuan tidak dapat diperoleh dengan pengalaman terlepas dari logika atau dengan logika terlepas dari pengalaman. Tanpa penggunaan logika, manusia tidak memiliki metode untuk menarik kesimpulan dari data perseptualnya; ia harus membatasi jarak jangkau momen observasi, selain fantasi perceptual yang terjadi padanya dikualifikasikan sebagai kemungkinan masa depan yang dapat menginvalidasi proposisi “empiris”-nya. Dan tanpa mengacu pada fakta pengalaman, manusia tidak memiliki dasar untuk proposisi “logis”-nya yang menjadi produk arbitrer dari temuannya sendiri.


Kisah sejarah yang karut dan bengis telah ditulis dengan irasionalitas manusia, dan lapisan tipis, rapuh peradaban yang telah terbentuk dengan susah payah diatas gundukan berdarah itu senantiasa dibangun dengan nalar.
- Barbara Wootton -

G. Tujuan mempelajari Filsafat Ilmu

1. Filsafat ilmu bisa menjadi modal dasar untuk seorang calon sarjana, bagaimana cara ia mengaktualisasikan pemikirannya dalam menghadapi persoalan-persoalan keilmuan dan kehidupan dari tatanan teoritis sampai pada tataran aplikatif
2. Tujuan filsafat dan ilmu yakni sama-sama mencari kebenaran. Hanya saja filsafat tidak berhenti pada satu garis kebenaran, tetapi ingin terus mencari kebenaran kedua, ketiga dan seterusnya sampai habis energinya. Sedangkan ilmu kadang sudah merasa cukup puas dengan satu kebenaran dan bila ilmu itu disuntik dengan filsafat alias pemikiran maka ia akan bergerak maju untuk mencari kebenaran yang lain lagi.
3. Memahami kekuatan serta keterbatasan metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektual.



“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam adanya siang adalah tanda tanda bagi orang orang yang mempunyai aqal.“(Qs. An- nisa 190)



Daftar Bacaan:

Abdul Azhim, Ali, Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Perspektif Islam, Penerj. Khalilullah A.M.H, Rosda, Bandung: 1984
Anshari, Endang Saifuddin, Ilmu, Filsafat dan Agama, Bina Ilmu. Bandung: 1979.
Asy’ariu, Musa, Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir, LESFI, Yogya: 1999.
Ba’ayien, Arsyad, Cepat Menguasai Ilmu Filsafat, URCISOD, Yogyakarta: 1978.
Bakry, Hasbullah, Sitematik Filsafat, Widya, Jakarta, 1970.
Beerling dkk., Pengantar Filsafat Ilmu, alih bahasa Soedjono Soemargono, Tiara Wacana, Yogyakarta: 1986.
Calne, B Donald, Batas Nalar, Rasionalitas dan Prilaku Manusia, Gramedia, Jakarta: 2005.
Ewing, A. C, Persoalan-persoalan Mendasar Filsafat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003.
Hadi, Hardono, Epistemologi Filsafat Pengetahuan, Kanisius, Yogyakarta, 2004.
Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan”, Intan Pariwara, Klaten, p.6-7, 9, 16, 35, 79.
Koento Wibisono S., 1984., “Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan”, Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta p.3, 14-16.
Kattsoff, Louis O, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996.
Mustansyir, Rizal, dkk, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004.
Palmquis, Stephen, Pohon Filsafat, Putaka Pelajar, Yogyakarta, 2002.
Soemargono, Soedjono, Filsafat Pengetahuan, Nur Cahaya, Yogyakarta: 1983.
The Liang Gie., Lintasan Sejarah Ilmu”, Cet. Ke-1, PUBIB (Pusat Belajar Ilmu Berguna) Yogyakarta: 1998.
The Liang Gie., Pengantar Filsafat Ilmu”, Cet. Ke-4, Penerbit Liberty Yogyakarta: 1999.